Jatah gagal yang belum habis

Hari itu begitu panas. Suhunya tinggi, tapi alhamdulillah masih ada angin yang sepoi-sepoi, sehingga panasnya berpindah tak dapat dirasakan. Alhamdulillah, rasa bersyukur yang tiada terkira atas semua rahmat-Nya, atas semua nikmat-Nya, karena Dia hanya memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki.

Rasa bersyukur ialah rasa yang harus senantiasa berkembang. Rasa itu akan membawa pada kedamaian dan pengertian akan kondisi dunia yang sejati. Pemahaman akan rasa, pemahaman akan damai, akan membawa pada kedewasaan sikap. Sejatinya, ia mengajarkan bahwa hidup bukanlah bagaimana untuk hidup; hidup adalah tentang bagaimana kita mempersiapkan hidup setelah hidup.

Sebuah keniscayaan, bahwa banyak hal yang harus dievaluasi atas segala hal yang terjadi. Terkait dengan pengertian bahwa diri manusia adalah diri yang tiada sempurna dan lerlu usaha untuk semakin meningkatkan kesempurnaan itu. Bahwa, terkadang, upaya-upaya yang ditujukan mencapai pada kadar yang begitu jenuh, lalu kandas, lantas apakah itu ialah sebuah kegagalan sejati?

Yakinlah, semua manusia ialah spesimen-spesimen pilihan. Bagaimana tidak? Mereka yang berhasil membuahi sang telur adalah sperma yang menang; mengalahkan sejumlah sperma lainnya. Tinggal bagaimana manusia itu memanfaatkan dirinya untuk berkembang lebih lanjut.

Yah, ketika kegagalan terjadi, ingatlah bahwa kuota kegagalan belum habis. Semuanya belum usai. Apakah hanya akan berhenti pada kegagalan yang itu-itu saja? Jangan stuck. Habiskan jatah gagal sampai kegagalan itu tak lagi sanggup mendaftarkan dirinya lagi dalam kuota jiwa. Habiskan semua kegagalan itu, sampai air matamu habis menangisi kegagalan itu, sampai hatimu besar karena seringkali disesakkan oleh kegagalan yang menyakiti itu.

Lalu?

Yogyakarta, 4 Juni 2018

Komentar

Postingan Populer